SURABAYA, – Media sosial saat ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Berbagai momentum maupun potret kehidupan pribadi sering kali dibagikan di media sosial masing-masing. Tentunya hal ini memiliki kelebihan dan kekurangan, bukan?
Menurut pakar Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Ike Herdiana M Psi, ekspos diri di media sosial telah menjadi salah satu kebutuhan manusia. Ekspos diri ini dilakukan agar lebih dikenal orang lain. Tidak hanya itu, menurut Ike fenomena ekspos diri di media sosial telah menjadi kebutuhan manusia untuk mendongkrak kepopuleran.
“Sekarang memang eranya medsos. Semua potret kehidupan kita sudah lebih mudah di-share di medsos, sebagai medianya. Hal ini memenuhi salah satu kebutuhan manusia untuk dikenal oleh orang lain. Begitu pula kebutuhan manusia modern sekarang yakni popularitas, ” ujarnya kepada tim UNAIR NEWS pada Jumat (29/4/2022).
Menurut Ike, fenomena ekspos diri di media sosial tidak hanya membagikan diri sendiri namun sebagai ajang self branding terkait dengan kelebihan maupun prestasi diri kepada orang lain.
“Selain itu, medsos juga bisa digunakan sebagai media untuk mengekspos diri sendiri, baik dalam konteks ingin memperlihatkan kelebihan diri, kemampuan diri, kompetensi diri, atau apapun. Tujuannya juga beragam. Ada yang untuk self branding atau sekadar membagi informasi kepada khalayak melalui medsos, ” katanya.
Sering membagikan hal-hal mengenai diri sendiri di media sosial menurut Ike ditengarai beberapa hal. Seperti ingin lebih dikenal, menaikkan popularitas, serta membagikan edukasi maupun informasi. Ada pula keinginan self branding, menghibur diri, serta untuk mengikuti tren masa kini.
Tidak hanya itu, menurut Ike, sering mengekspos diri sendiri juga dapat mendatangkan pundi-pundi rupiah dan malah dijadikan sebagai profesi. “Sekarang malah sudah banyak orang mengais keuntungan finansial dari medsos, jadi bisa juga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, ” tuturnya.
Memicu Tindakan Kekerasan
Di balik berbagai sisi positif mengekspos diri di media sosial, ternyata terdapat sisi negatif yang tidak kalah berbahaya, khususnya bagi kesehatan mental. Menurut Ike, tidak ada yang salah dengan melakukan ekspose atau share dalam bermedia sosial. Tetapi dilakukan dengan tidak berlebihan atau over exposure.
Baca juga:
Sri Hastjarjo, S Sos , Ph D: Pers dan Media
|
Over exposure dalam bermedia sosial dapat memicu tindakan kejahatan atau bahkan menjadi target tindakan kriminalitas. Di sisi lain, seseorang akan mudah merasa stres dan depresi lantaran adanya tuntutan untuk dapat membuat konten. Dampak lainnya yakni ketika seseorang terlalu aktif dalam bermedia sosial tentunya tidak lepas dari respons negatif dari khalayak umum atas konten yang telah dibagikan.
“Ekspos berlebihan juga membuat seseorang mudah stres, bahkan menjadi depresi, karena setiap saat selalu berada dalam tekanan untuk menghasilkan konten. Kemudian juga turut mengelola emosi ketika ada yang memberikan respon negatif kepada hal yang kita share, dan kita terus menerus hidup untuk memenuhi tuntutan orang lain, ” tuturnya.
Menurut Ike, rentetan dari tindakan tersebut akan memicu seseorang untuk terdorong ke arah mencari popularitas saat bermain media sosial. Dimana seseorang yang terlalu over exposure berharap mendapatkan banyak respons dari netizen. Secara tidak langsung, seseorang yang mengalami hal tersebut akan terus berusaha memenuhi keinginan netizen. Apabila tidak terpenuhi, dapat memicu perasaan yang menyenangkan bagi diri sendiri. (*)