SURABAYA - Berperan penting dalam penyimpanan energi, baterai memiliki pemanfaatan sangat luas dalam kehidupan sehari-hari. Namun, limbah baterai tersebut berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Guna menggantikan baterai kering pada umumnya, lima mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas baterai ramah lingkungan berbahan dasar mikroalga dan grafena.
Ersyad Dhillullah selaku ketua tim, Selasa (26/4/2022) mengatakan, baterai sel kering yang banyak dijumpai di pasaran memiliki bahan dasar seng-karbon (zinc-carbon). Baterai zinc-carbon tersebut merupakan baterai tertua dan paling banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga. “Jika sudah tidak dapat digunakan lagi, baterai tersebut akan menjadi limbah Bahan Beracun dan Berbahaya atau B3, ” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ersyad menjelaskan, meskipun digolongkan sebagai limbah B3, baterai bekas ini biasanya hanya dibuang ke tempat pembuangan sampah umum tanpa ada klasifikasi sampah lebih lanjut atau bahkan proses daur ulang. “Tentunya hal tersebut dapat membahayakan lingkungan dan juga kesehatan manusia, ” ujarnya. Berangkat dari hal tersebut, Ersyad bersama dengan tim menggagas Battery Microalgae Graphene (BMG) sebagai alternatif yang ramah lingkungan untuk menggantikan baterai zinc-carbon.
BMG menggunakan kombinasi mikroalga (Chlorella Sp.) sebagai elektrolit dan grafena sebagai katoda. “Dengan digunakannya elektrolit ramah lingkungan, BMG mampu mengurangi jumlah limbah kimia berbahaya, ” papar Ersyad.
BMG menghasilkan listrik ketika anoda mengalami reaksi oksidasi dan katoda grafena mengalami reaksi reduksi. Menurut Ersyad, grafena digunakan karena dapat secara efektif meningkatkan pengangkutan elektron dan ion. Dengan demikian, penggunaan grafena dapat meningkatkan sifat kelistrikan baterai, memberikan stabilitas kimia yang lebih baik, serta konduktivitas listrik dan kapasitas energi yang lebih tinggi.
Baca juga:
Sri Hastjarjo, S Sos , Ph D: Pers dan Media
|
Ersyad dan tim meyakini, inovasi yang mereka gagas ini tidak termasuk mahal. Meskipun harus merogoh kocek lebih di awal, penerapan teknologi mereka mampu memberikan daya tahan lebih kuat dan tahan lama sehingga lebih ekonomis. “Dari hasil pengujian kinerja, BMG menunjukkan 26, 67 persen lebih kuat dan memiliki kemampuan untuk bertahan 40 persen lebih lama dari baterai zinc-carbon lain yang ada, ” beber mahasiswa Departemen Teknik Kimia ini.
Bersama Ersyad, tim ini beranggotakan tiga mahasiswa Departemen Teknik Kimia lainnya yaitu Eigiant Andarta Atmadja, Gustiana Merdikaningrum, Muhammad Rafli Revansyah, serta mahasiswa Departemen Desain Komunikasi Visual (DKV) Mochammad Arsy Algifany Fudam. Ke depan, tim ini berharap BMG dapat segera diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari guna mendukung pengembangan green technology.
Melalui inovasi mereka dengan judul Battery Microalgae Graphene (BMG) - A Combination Paste of Chlorella Sp. and Graphene for an Eco-Friendly Battery: Durability Improvement of Zinc Carbon Battery, Ersyad dan tim berhasil meraih medali emal dalam ASEAN Innovative Science Environmental and Entrepreneur Fair (AISEEF) 2022 kategori Innovation Science, beberapa waktu lalu. (HUMAS ITS)
Reporter: Tyara Novia Andhin