SURABAYA – Atas prakarsa Geliat Airlangga (Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Membangun Generasi Cemerlang Berbasis Keluarga) rapat koordinasi KOMDA KIPI bersama UNICEF dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sukses terlaksana di Auditorium Dafam Hotel Surabaya (23-24/7). Kegiatan tersebut difokuskan dalam rangka menyambut Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) tahun 2022.
Menurut rencana awal, program BIAN akan digelar mulai awal Agustus 2022. Terlaksananya BIAN diharapkan dapat menutup gap cakupan imunisasi atau immunity gap yang terjadi selama pandemi Covid-19.
Guru besar purna tugas Ilmu Kesehatan Anak, FK UNAIR Prof DR Ismoedijanto dr DTM&H SpAK menyebut digelarnya Bulan Imunisasi Anak Nasional dirasa perlu dikarenakan adanya kelompok anak yang luput mendapatkan imunisasi.
“Pandemi Covid 19 menyebabkan satu gap, yakni kekebalan tubuh. Kenapa, karena adanya kelompok yang luput dari imunisasi karena pandemi Covid-19. Hal ini membuat imunisasi pada anak tidak berjalan, mengapa tidak jalan karena bisa orang tuanya takut, atau petugasnya juga tidak berani memberikan imunisasi yang seharusnya dilakukan, ” ungkap Prof Ismoedijanto.
Artinya, sambung Prof Ismoedijanto, beberapa disebabkan semacam distancing atau isolasi dan sebagainya. “Lalu mau diapakan ini? Kalau sudah banyak anak yang tertinggal imunisasi. Maka kita lakukan program catch up massal, terpaksa dilakukan secara massal. Dan sasarannya bagi mereka yang imunisasinya tertinggal, ” papar Prof Ismoedijanto.
Ketua KOMDA KIPI Jawa Timur periode 2003-2015 itu juga mengingatkan kepada petugas kesehatan perihal penanganan efek dari pasca imunisasi jika dijumpai. Prof Ismoedijanto menyebut saat melaksanakan program imunisasi pada anak untuk sigap dalam menghadapi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
“Dalam diskusi yang kita sampaikan beberapa tahun yang lalu, kita selalu menyampaikan bahwa bilamana anak dengan kewaspadaan atau kriteria dengan kontraindikasi, jangan melakukan di Puskesmas, atau jangan melakukan di Posyandu. Yang dirujuk itu imunisasinya, jangan merujuk KIPI-nya, ” ujar Prof Ismoedijanto.
Di akhir, Prof Ismoedijanto mengingatkan untuk anak yang beresiko mengalami efek simpang berat harus dicermati dan dilakukan persiapan yang akurat. “Seyogyanya dirujuk ke rumah sakit kabupaten di bawah pengawasan dokter spesialis anak yang ahli, ” pungkasnya. (*)
Penulis: Muhammad Suryadiningrat
Editor: Nuri Hermawan