SURABAYA – Dewasa ini individu berpacaran merupakan hal yang lumrah, terutama pada tahap perkembangan remaja. Berkenaan dengan itu, banyak pula masalah-masalah yang terjadi dalam hubungan pacaran, salah satunya kekerasan seksual pra-nikah. Bentuk kekerasan seksual pra-nikah bukan hanya kekerasan yang bersifat fisik saja, namun juga kekerasan psikologis, misalnya memaksa untuk melakukan hubungan seksual meskipun tidak ada persetujuan. Hal ini sering sekali terjadi terutama di kalangan siswa perempuan.
Menanggapi hal tersebut, Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (UNAIR) pada 27-28 Juli 2022 lalu mengadakan pengabdian masyarakat bertajuk “Pelatihan Expressive Writing Bagi Agen Pendamping Korban Kekerasan Seksual Pra-Nikah”. Kegiatan tersebut menyasar 47 siswa SMAN 1 Tanggul Kabupaten Jember yang notabennya adalah pengurus osis dan ketua kelas.
Materi pertama mengenai perkembangan remaja disampaikan oleh Dr Wiwin Hendriani, MSi. Materi kedua mengenai menulis ekspresif untuk menjaga kesehatan mental oleh Andrea Maria Agniwijaya, SPsi dan materi ketiga mengenai keterampilan konseling sebaya sebagai modalitas pendamping korban kekerasan seksual pra-nikah oleh Herdina Indrijati, MPsi Psikolog dan Rhajiv Nur Ilham SPsi.
Herdina Indrijati, MPsi Psikolog menyampaikan bahwa siswa SMA dipilih karena pada umumnya siswa SMA merupakan remaja, yang mana di tahap remaja tersebut individu cenderung eksploratif dan memperluas lingkungan interaksi sosialnya. Dalam interaksi sosial yang luas, sambungnya, tentu ada banyak konflik juga yang dihadapi remaja, salah satunya terkait seksualitas.
“Dalam hubungan pacaran, banyak remaja yang menjalani hubungan pacaran tidak sehat. Tidak jarang dalam sebuah hubungan ada bentuk-bentuk pemaksaan hingga kekerasan yang terjadi, ” papar Herdina, Minggu (31/7/2022).
Lebih lanjut, Herdina mengungkapkan bahwa keterampilan dalam menulis ekspresif ini diperlukan untuk membantu individu pada umumnya, dan korban kekerasan seksual pra nikah pada khususnya, agar mereka mampu mencurahkan pikirannya dan mengekspresikan emosi yang dirasakan tanpa takut orang lain tau dan menghakimi dirinya.
“Menulis memberikan ruang yang lebih luas dan bebas kepada individu untuk tidak mengabaikan perasaannya. Ia tetap dapat mengeluarkan beban emosi yang ditanggung melalui tulisan dan bahkan bisa menjadikan tulisan mereka sendiri sebagai bahan refleksi diri, ” ujar Herdina.
Pelatihan ini, tambahnya, perlu untuk meningkatkan keterampilan konseling sebaya, utamanya untuk mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat sensitive, seperti kasus-kasus kekerasan seksual pra-nikah.
“Penting untuk siswa memiliki keterampilan konseling sebaya dan mengajarkan metode-metode khusus, seperti menulis ekspresif, untuk membantu penyelesaian masalah-masalah siswa di sekolah. Dalam hal ini, siswa berperan sebagai agen perubahan, membantu kinerja guru BK, ” jelas Herdina.
Pada akhir, Herdina dan tim pengmas FPsi UNAIR berharap para siswa tidak hanya mendapat tambahan pengetahuan dan keterampilan di sesi pelatihan tersebut saja, tetapi juga bisa menjadi agen dan menyebarkan ilmu yang didapatkan kepada siswa-siswa lainnya. Sehingga, lanjutnya, banyak muncul agen-agen baru yang dapat membantu proses penyelesaian masalah-masalah remaja dalam kehidupan sehari-hari.
“Keterampilan konseling sebaya ini penting dimiliki setiap siswa, tanpa terkecuali. Saya berharap siswa-siswa yang ada di luar kota besar terfasilitasi untuk mendapat keterampilan yang sama dengan siswa-siswa ada di kota besar sehingga tidak ada siswa yang merasa tertinggal, ” pungkasnya. (*)
Penulis: Muhammad Suryadiningrat
Editor: Nuri Hermawan