SURABAYA – Presiden Joko Widodo menggelar ritual Kendi Nusantara pada Senin (14/3/2022) di Ibu Kota Nusantara (IKN). Ritual tersebut merupakan penyatuan tanah dan air dari 34 provinsi di Indonesia. Ritual Kendi Nusantara yang turut dihadiri 34 gubernur se-Indonesia itu disebut sebagai bentuk kesatuan bangsa Indonesia.
Dosen Antropologi Universitas Airlangga (UNAIR) Linggar Rama Dian Putra SAnt MA, Jum'at (18/3/2022) mengungkapkan bahwa ritual Kendi Nusantara bagus untuk dilakukan. Melalui ritual itu, tuturnya, ada semangat mengembalikan wacana terkait bagaimana ritual harus dilakukan.
Linggar menyebut bahwa semodern apapun bangsa apabila tidak sadar identitas dan bagaimana latar belakang budayanya, maka tidak akan menjadi bangsa yang besar.
“Jangan lupa kita ini masyarakat yang majemuk, kaya sekali dengan kebudayaan. Kita punya banyak tradisi dan itu seharusnya kita uri-uri, kita implementasikan, ” tuturnya.
Tiga Simbol Ritual Kendi Nusantara
Linggar menjelaskan bahwa ada tiga simbol yang dapat ditangkap dari ritual Kendi Nusantara. Pertama, simbol persatuan yaitu menyatukan tanah dan air dari berbagai pulau di Indonesia dalam satu kendi. Tanah dan air, lanjutnya, memiliki arti negara atau bangsa yaitu Indonesia.
Dosen Antropologi Universitas Airlangga (UNAIR) Linggar Rama Dian Putra SAnt MA.
“Di situ ada simbol persatuan bahwa Indonesia itu dijadikan satu di situ, bukan dijadikan satu fisiknya tetapi semangatnya, ” jelasnya.
Kedua adalah simbol kesungguhan. Hal itu untuk menunjukkan bahwa secara politik presiden bersungguh-sungguh terhadap rencana pemindahan ibu kota. Kesungguhan tersebut untuk mewujudkan Indonesia memiliki ibu kota politik baru di IKN dan ibu kota ekonomi di Jakarta.
“Tentu dengan berbagai aspek yang menyelimutinya. Tapi paling tidak, kita bisa mengambil makna bahwa ini adalah kesungguhan politik yang ditunjukkan oleh presiden, oleh pemerintah yang bersama kepala daerah di sana terlibat dalam upacara tersebut, ” tambahnya.
Ketiga adalah simbol pengharapan. Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah berharap terciptanya ibu kota yang bisa menyatukan Indonesia baik secara politik maupun sosial. “Dan ini juga pengharapan saya sebagai warga negara. Mudah-mudahan ibu kota ini bisa membawa kesejahteraan untuk Indonesia baru, ” ucap Linggar.
Dosen sekaligus peneliti di Departemen Antropologi FISIP UNAIR itu mengatakan bahwa ritual Kendi Nusantara tidak bisa dilihat sebagai baik atau buruk, modern atau tidak modern, tetapi itu sebagai identitas sebuah bangsa. Ia juga menyebut adanya ritual akan menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa Indonesia memiliki berbagai macam tradisi, ritual, dan aktivitas kebudayaan.
“Seharusnya itu (tradisi, ritual, dan aktivitas kebudayaan, Red) bukan hanya dilestarikan, tetapi dijadikan platform dalam kita bermasyarakat dan bahkan mungkin juga bernegara, ” tambahnya. (*)
Penulis: Wiji Astutik
Editor: Binti Q. Masruroh